Mereka yang meninggalkan Lebanon memeluk keluarga mereka dengan sangat erat saat mereka mengucapkan selamat tinggal
Ketika pesawat kami akhirnya lepas landas dari Beirut, pesawat sudah terlambat hampir satu jam.
Suasana di kabin yang terjual habis itu suram. Seperti kebanyakan penumpang lainnya, saya dan keluarga sedang berlibur di Lebanon minggu lalu. Mencoba menikmati reuni yang telah lama di tunggu-tunggu dengan mertua saya.
Sebaliknya, kami menyaksikan dengan ketakutan dan ketidakberdayaan yang semakin besar, seiring hari demi hari, serangan roket dan pembunuhan semakin mendorong sudut indah. Mediterania timur ini semakin dekat dengan perang habis-habisan.
Pada hari Sabtu, Kedutaan Besar AS di Beirut bergabung dengan misi diplomatik yang mendesak warganya untuk membeli kursi pesawat apa pun yang memungkinkan untuk keluar dari Lebanon, sebelum terlambat. Maskapai-maskapai penerbangan sudah membatalkan penerbangan ke kiri dan ke kanan, sehingga menyebabkan berebut tiket.
Semua orang ingat perang tahun 2006 antara Israel dan milisi Syiah Lebanon Hizbullah, ketika jet Israel mengebom bandara Beirut kurang dari 24 jam setelah permusuhan di mulai. Hal ini membuat puluhan ribu orang asing terdampar, memaksa pemerintah mengirim kapal perang untuk mengevakuasi warganya.
Mereka yang meninggalkan Lebanon memeluk keluarga mereka
Pada hari Minggu, kami meninggalkan keponakan saya yang berusia 11 tahun, Angelina, yang baru saja mengikuti pelajaran selancar pertamanya. Kakak ipar saya Ghenwa, seorang pustakawan di sebuah universitas di Beirut yang baru-baru ini berlatih di waktu luangnya untuk menjadi penyembuh reiki; dan ipar laki-laki saya Hussein, yang menjalankan toko bunga. Sebelum berangkat ke bandara, kami berpelukan ekstra erat, tidak yakin kapan kami akan bertemu lagi.
Saya menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk merencanakan perjalanan ini. Pertama kalinya istri saya bertemu saudara perempuan dan ibunya setelah lebih dari setahun.
Pada hari kami mendarat di Beirut, sebuah roket menghantam desa etnis. Druze di Dataran Tinggi Golan yang di duduki Israel, menewaskan sedikitnya 12 anak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyalahkan Hizbullah atas serangan itu dan bergegas pulang dari kunjungan ke AS. Dan bersumpah akan membalas serangan tersebut. Kelompok militan Lebanon “dengan tegas” menolak bertanggung jawab.
Selasa malam, beberapa menit setelah putri saya Katya yang berusia 3 tahun kembali dari makan es krim di tepi laut Beirut bersama sepupunya. Israel melancarkan serangan udara di Harat Hraik, pinggiran selatan Beirut. Serangan ini menewaskan seorang komandan senior Hizbullah Fu’ad Shukr, serta setidaknya 2 wanita dan 2 anak-anak menurut pihak berwenang Lebanon.